Urang Kanekes Suku Baduy - Suku Baduy hidup bersama alam di pegunungan Kendeng Desa Kanekes Leuwidamar Banten. Terbagi dua golongan yakni Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam memiliki iga kampung yakni Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo yang bertugas mengakomodir kebutuhan dasar yang diperlukan masyarakat Suku Baduy.
Dilansir dari Wikipedia bahwa Urang Kanekes-Orang Kanekes atau Orang Baduy/Badui merupakan kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 11.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar.
Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk difoto, khususnya penduduk wilayah Baduy Dalam. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah.
Tugas pengakomodiran keperluan ini dipikul oleh Pu'un selaku ketua adat tertinggi dibantu dengan Jaro sebagai wakilnya. Sedangkan kelompok masyarakat Baduy Luar tinggal di rumah pulo kampung lainnya yang berada dibukit-bukit Gunung Kendeng.
Mata pencaharian masyarakat Suku Baduy umumnya berladang dan bertani, hasilnya berupa kopi, padi dan umbi-umbian menjadi komoditas yang sering ditanam. Dalam praktek berladang dan bertani Suku Baduy tidak menggunakan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan. Hewan berkaki empat selain anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi menjaga kelestarian alam.
Proses pelestarian alam juga sangat berlaku saat pembangunan rumah adat. Rumah di kampung Baduy menggunakan atap dari daun kiray. Namun ada perbedaan di rumah di Baduy Dalam dan di Baduy Luar. Rumah di Baduy Dalam memiliki satu pintu yang cukup diikat dengan bambu dan menghadap ke utara dan selatan. Sedangkan di Baduy Luar, rumah sudah menggunakan paku dan dindingnya sudah menggunakan anyaman ukir.
Rujukan :
Wikipedia
Dilansir dari Wikipedia bahwa Urang Kanekes-Orang Kanekes atau Orang Baduy/Badui merupakan kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 11.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar.
Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk difoto, khususnya penduduk wilayah Baduy Dalam. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah.
Tugas pengakomodiran keperluan ini dipikul oleh Pu'un selaku ketua adat tertinggi dibantu dengan Jaro sebagai wakilnya. Sedangkan kelompok masyarakat Baduy Luar tinggal di rumah pulo kampung lainnya yang berada dibukit-bukit Gunung Kendeng.
Mata pencaharian masyarakat Suku Baduy umumnya berladang dan bertani, hasilnya berupa kopi, padi dan umbi-umbian menjadi komoditas yang sering ditanam. Dalam praktek berladang dan bertani Suku Baduy tidak menggunakan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan. Hewan berkaki empat selain anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi menjaga kelestarian alam.
Proses pelestarian alam juga sangat berlaku saat pembangunan rumah adat. Rumah di kampung Baduy menggunakan atap dari daun kiray. Namun ada perbedaan di rumah di Baduy Dalam dan di Baduy Luar. Rumah di Baduy Dalam memiliki satu pintu yang cukup diikat dengan bambu dan menghadap ke utara dan selatan. Sedangkan di Baduy Luar, rumah sudah menggunakan paku dan dindingnya sudah menggunakan anyaman ukir.
Rujukan :
Wikipedia